Social Icons

Selasa, 05 Juni 2012

Obat Anti Maksiat


 Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengaruniai setiap manusia dengan dua potensi sekaligus, potensi kebaikan/ ketakwaan dan potensi kemaksiatan/kelalaian/fujur(QS Asy-Syams (91): 8). Kedua naluri kemanusiaan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah ‘Azza Wa Jalla yang lain. Lantaran dua kecenderungan ini pula posisi manusia bisa mulia di satu waktu, namun amat hina di lain waktu.

Ketika seorang Muslim beribadah kepada Allah dengan benar, ikhlas, dan diiringi mujahadah (sungguh-sungguh) menghindari maksiat, maka derajatnya lebih tinggi daripada malaikat. Mengapa? Karena ketaatan malaikat ialah keniscayaan yang takkan berubah hingga akhir zaman. Mereka diciptakan lengkap dengan ‘naluri’ ketaatan dan kepatuhan kepada Allah. Sedikit pun takkan pernah terbesit keinginan bermaksiat kepada Al-Khaliq (QS At-Tahrim (66): 6). Sebaliknya, kedudukan manusia menjadi lebih hina daripada binatang manakala tak bisa menerima kebenaran (QS Al-A’raf (7): 179). Keengganan menerima kebenaran yang paling bisa kita indera dalam kehidupan sehari-hari ialah ketika seseorang dengan sukarela tenggelam dalam kemaksiatan (tidak taat) kepada Allah. Mereka tahu mana yang baik dan mana yang buruk, namun bujuk rayu syaithan lebih menggiurkan ketimbang janji Allah yang tak mungkin diingkari.
Banyak penyebab sebagian manusia lebih cenderung untuk ringan bermaksiat dan berat untuk taat. Terlebih jika memperhatikan fenomena saat ini. Kompleksitas kehidupan yang tak dibarengi dengan upgrade keimanan tentu bisa dituding sebagai faktor utamanya. Beberapa faktor anakan lain misalnya kebodohan (tidak memiliki ilmu dan hukum agama), kelalaian, kemalasan, ketidakpedulian, sombong, dan pergaulan yang buruk. Sehingga, secara teknis, salah satu cara supaya naluri maksiat tidak merajalela adalah menghindari segala penyebab pengantar pintu kemaksiatan.
Mengenai hal ini, seorang pakar tafsir Indonesia, Dr. Mushlih Abdul Karim, M.A., dalam momen Seminar Al-Qur’an II beberapa waktu lalu menyampaikan satu cara paling ampuh mengatasi problem ini. Menurutnya, obat anti maksiat tersebut termaktub secara implisit dalam QS Al-Zalzalah (99): 4 yang artinya:
Pada hari itu bumi menceritakan beritanya
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengisahkan sebuah riwayat berkenaan dengan ayat ini. Suatu hari usai membaca ayat tersebut, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam bertanya kepada para sahabat, “Apakah kalian mengetahui apa berita yang disampaikannya” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui” Beliau menerangkan, “Sesungguhnya beritanya adalah dia bersaksi bagi setiap hamba, laki-laki maupun perempuan atas apa yang telah mereka lakukan di atasnya (bumi, pen). Dia akan mengatakan, ‘Dia mengerjakan ini dan itu, pada hari ini dan itu’. Demikian itulah beritanya
Lalu, apa korelasi sebenarnya antara ayat tersebut dengan kecenderungan berbuat maksiat. Menurut Dr. Mushlih, ayat tersebut seharusnya cukup menjadi satu senjata ampuh untuk mengalahkan segala macam godaan untuk bermaksiat. Sangat logis, bukan? Ketika keyakinan terhadap ayat ini mengkristal dalam hati, maka benteng tebal akan tercipta. Benteng yang akan sekuat tenaga melindungi kita dari menyentuh perbuatan maksiat. Ditambahkan oleh beliau, bahkan para koruptor sekalipun mestinya segera bertaubat manakala meyakini kebenaran ayat ini. Maha Agung Allah yang telah menurunkan satu ayat dahsyat semacam ini.
Sebagai introspeksi bagi diri kita, sejauh apa keimanan kita saat ini?  Bukankah salah satu pokok iman itu ialah mengimani kitab-kitab Allah, terlebih lagi Al-Qur’an? Maka, mulai saat ini, jadikan spirit ayat ke-4 QS Al-Zalzalah tersebut sebagai titik tolak anti maksiat dalam tiap satuan waktu yang kita jalani. Seraya berjuang agar selamat dari maksiat, perkuat selalu keimanan kita kepada Allah. Keimanan paripurna yang menuntut tiap gerak hati, lisan, dan amalan organ (perbuatan) untuk selalu berada dalam rel yang telah Allah tentukan. Semoga bermanfaat.

Artikel Terkait

0 komentar:

Posting Komentar